Sosok Ema Resela Hartiyana, Mahasiswa Departemen Teknik Kimia
Sosok Ema Resela Hartiyana, Mahasiswa Departemen Teknik Kimia "Top 5 MAWAPRES UISI 2019"
15 Maret 2019 | Tim Media UISI

Ema Resela Hartiyana, Sukses Menjadi Top 5 MAWAPRES UISI Dengan Inovasi Untuk Petani Udang Windu

Inovasi untuk petani udang windu, mengantarkan mahasiswi Depatemen Teknik Kimia UISI meraih urutan pertama "Top 5 Mawapres UISI"

Gresik - Mahasiswa Prestasi (MAWAPRES) menjadi ajang kompetisi mahasiswa bergengsi di Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI). Mahasiswa dengan segudang prestasi dan pengalaman ujuk kebolehan menjadi yang terbaik. Salah satunya Ema Resela Hartiyana, (20). Mahasiswi Departemen Teknik Kimia angkatan 2016. Dia menjadi "Top 5 Mawapres UISI 2019" dan menempati urutan pertama.

Perolehan yang dia dapat bukan sebuah keberuntungan. Dari awal semester, Ema (nama sapaan) telah aktif mengikuti berbagai kepanitiaan, dan aktif bergabung diberbagai organisasi. Selain itu, Ema juga menjadi pembimbing belajar privat. "Saya tidak hanya konsisten dengan apa yang saya miliki, tetapi saya juga harus berbagi ilmu yang saya miliki supaya berguna juga bagi orang lain," tutur Ema.

Inovasi yang Ema anggkat yaitu "Alat Pengukur pH Air dan Suhu Tambak Berbasis Short Message Service (SMS)." Alat tersebut dilengkapi dengan pupuk organik cair untuk meningkatkan produktivitas udang windu. Ema berhasil mengungguli para mawapres lainnya. 

Ema mendapatkan ide tersebut dari berita pada media televisi. Berita tersebut membahas tentang produktivitas udang windu. Terdapat beberapa faktor yang mendukung Ema memilih permasalahan tentang udang windu. Permasalahan tersebut diantaranya, karena produksi udang windu yang menurun pada Tahun 2019, faktor cuaca yang tidak menentu, dan ingin mengajak petani udang untuk sadar teknologi. Disamping itu, inovasi tersebut dapat meminimalisir waktu dan tenaga petani udang dalam memberikan pakan.

Cara kerja alat tersebut terbilang unik. Alat tersebut mampu mendeteksi kondisi suhu dan pH air di dalam kolam atau tambak. Jika suhu dan pH air tidak stabil, maka sensor pada alat akan bekerja secara otomatis menyemprotkan pupuk organik cair dan dapat memberikan informasi secara langsung berupa pesan singkat ke ponsel petani udang.

Bagaimana cara kerja alat tersebut mengirim pesan? Ema menuturkan, "Menerapkan ilmu yang saya dapat dari mata kuliah pemrograman dan komputasi numerik terapan. Lalu saya belajar coding ke salah satu teman Departemen Sistem Informasi UISI." Pada awal percobaan, Ema mengalami kesulitan karena coding bukan hal yang biasa Ema lakukan. "Saya pernah putus asa, lalu saya ingat komitmen yang harus diperjuangkan." sambung Ema dengan bersemangat. 

Harapan dari MAWAPRES ini, Ema akan berusaha mengembangkan inovasi-inovasi terbaru untuk menunjang fungsi dari alat tersebut. Secara udang windu membutuhkan perhatian khusus pada suhu dan pH air yang dibutuhkan. Produktivitas udang dapat naik dan turun dalam jangka waktu beberapa tahun. Hal ini disebabkan karena faktor cuaca yang sering berubah. "Adanya alat tersebut akan memperngaruhi ekosistem udang dan meningkatkan jumlah panen." ujar Ema. (hdr/uda)

Artikel Terkait