Potret Anisa Farida, seorang Diplomat Karir saat memaparkan materi pada Webinar OIA kali ini.
Potret Anisa Farida, seorang Diplomat Karir saat memaparkan materi pada Webinar OIA kali ini.
28 Maret 2021 | Tim Media UISI

Menimbang Isu-Isu Feminisme dari Seorang Diplomat Karir Bersama OIA UISI

OIA UISI gelar Webinar dengan tajuk “Women’s Social Issue in International Perspective” dalam rangka memperingati International Women’s Day.

Gresik – Office of International Affairs (OIA) Univeritas Internasional Semen Indonesia berhasil menggelar Webinar dengan tajuk “Women’s Social Issue in International Perspective” pada Sabtu (28/3). Kegiatan ini merupakan diskusi terbuka dalam rangka peringatan International Women's Day 2021 dengan pembicara seorang Diplomat Karir di Sub Direktorat Penanggulangan Kejahatan Lintas Negara, Direktorat Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata, Kementerian Luar Negeri, yakni Anisa Farida.

Dalam kegiatan tersebut, Anisa menyampaikan topik pembahasan kajian yang mengarah pada empat poin penting yaitu overview mengenai International Women’s Day, Isu Perempuan dalam Sistem PBB, Kerangka Internasional Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan, serta Isu Sosial Perempuan di Indonesia.

Berawal di tahun 1917, 8 Maret dijadikan hari libur nasional di Rusia setelah kesuksesan buruh wanita di sana untuk memperoleh hak-haknya. Terus berkembang dan menyebarkan inspirasi ke jutaan wanita di negara-negara lain, akhirnya di tahun 1975, United Nations resmi mengangkat 8 Maret sebagai International Women’s Day. Dalam United Nation System, isu gender sudah dimasukkan di dalam setiap komite di PBB. Misalnya Security Council isu gender diangkat yaitu peningkatan jumlah Peacekeeping Officer perempuan di misi perdamaian PBB. Pada Commission of Narcotic Drugs, dimana isu perempuan diangkat dalam keterkaitan perempuan dimanfaatkan sebagai kurir narkotika.

Selanjutnya, Anisa memaparkan kilas balik sejarah pergerakan perempuan di Indonesia dari mulai Women Trailblazers di awal 1900an hingga masa setelah reformasi. Kemudian dilakukan pembedahan isu sosial perempuan kontemporer yang sering terjadi di seluruh dunia misalnya femisida, pernikahan anak, pelecehan seksual, serta isu sosial perempuan mengenai media sosial dan citra diri. "Sebenarnya untuk membenahi isu-isu kontemporer macam ini perlu andil banyak pihak mulai dari pemerintah selaku pemegang kebijakan, serta perhatian dan kepedulian kita juga dunia internasional," papar Anisa.

Selain dalam tatanan studi hubungan internasional, perspektif gender juga penting untuk melihat praktik-praktik hubungan internasional karena dapat membantu memahami persoalan global kontemporer. Misalnya pada sistem dan kebijakan ekonomi politik internasional yang berlaku di banyak negara ternyata telah menyebabkan terciptanya posisi subordinat pada perempuan. Hal ini karena isu gender bukan hanya terkait dengan ketidakadilan terhadap perempuan tapi juga laki-laki, maka perspektif gender penting dalam membantu merumuskan kebijakan yang tepat bagi masing-masing kelompok laki-laki dan perempuan sebagai respon atas berbagai persoalan global. Ketidakadilan gender dalam aktivitas hubungan internasional memiliki implikasi yang berbeda bagi laki-laki dan perempuan. (lia/ifs)

 

Artikel Terkait