Tyas Nastiti, dari New York untuk Gresik
Penuh dengan pengalaman dan punya bisnis yang menjanjikan, Tyas Ajeng Nastiti masih tetap ingin belajar dan berbagi ilmu baru. Bulan Agustus lalu, Tyas baru saja menyelesaikan program short course di New York, Amerika Serikat. Dosen Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI) ini tanpa ragu membagi ilmu dan pengalamannya yang didapat dari New York untuk kemajuan UISI.
Kesuksesan memang berawal dari suatu kerja keras dan semangat yang tinggi. Seperti kisah dari Tyas Nastiti yang mengalami berbagai proses untuk bisa sukses membangun bisnisnya. Dosen yang kini masih berstatus mahasiswa S2 ITB tersebut mempunyai bisnis sepatu yang unik. Bisnis sepatu bernama klastik shoes itu mengusung tema kain nusantara dengan memadukan ciri khas negara Indonesia dan model sepatu yang modern. Meskipun bisnis mahasiswa ITB itu baru berjalan selama tiga tahun, namun bisnis yang dirintisnya sejak beliau duduk di bangku S1 itu bisa membawa namanya hingga ke mancanegara. “Bisnis itu butuh proses,” ujar Tyas dengan penuh semangat.
New York merupakan tempat untuk mengembangkan hasil karyanya tersebut. Melalui program short course dari kampusnya, beliau bisa mengibarkan sayapnya bersama dengan mahasiswa-mahasiswa lain asal Indonesia. Tyas menjalani short course selama dua bulan di Syracuse University.
Menurut Tyas, short course hampir sama dengan summer school, namun kegiatan dalam program tersebut lebih jelas dan sudah ada sistem yang berjalan. Salah satu program dari short course, yakni student sandboxmenjadikan dosen baru UISI ini mendapatkan banyak ilmu tentang kewirausahaan dan marketing serta bagaimana dalam mendesain produk sampai siap jual.
Program unik yang dirasa Tyas bisa diterapkan di UISI yaitu one million cup. Program ini adalah acara yang dibuat oleh Syracuse University sebagai ajang presentasi ide dan saling berbagi pengetahuan yang menarik. Acara ini berjalan dengan adanya teh atau kopi gratis bagi pengunjungnya.
Tyas berharap mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa juga harus mampu menghasilkan ide-ide baru dan berani mengungkapkannya. Belajar berkomunikasi menjadi salah satu hal yang terpenting sebagai bekal di masa depan para mahasiswa. “Mau gak mau nanti akan bertemu investor dan partner, maka dari itu kita harus belajar berkomunikasi,” ujar pembicara di berbagai seminar bisnis ini.
Merintis Bisnis Sejak Mahasiswa
Ketika ditanya lebih lanjut tentang bisnisnya, Tyas menjelaskan secara gamblang bahwa selain membuat sepatu, beliau juga pernah membuat produk-produk kreatif lainnya. “Pernah bikin kaos, buku, tapi yang jalan sampai sekarang ya Klastik itu,” ujar Dosen baru UISI tersebut.
Bisnis ini sudah dirintis Tyas semenjak menjadi mahasiswa S1 dan sempat memenangkan Wirausaha Muda Mandiri 2012. Omset dari penjualan sepatu yang beliau rintis saat ini telah menghasilkan laba yang besar dengan kisaran 150 pasang sepatu terjual dalam satu bulan. Dengan keunikan dari sepatu yang diproduksi tersebut tidak heran bahwa keuntungan yang besar bisa didapatkan oleh Tyas.
Menjadi Dosen Karena Terinspirasi Ibu
Kesibukan wanita yang pernah menjadi Ketua Program Handmade Stuff goes to street (HANDISTER) di dalam dunia bisnis tidak melupakan keinginannya untuk menjadi dosen. Keinginan ini semakin kuat saat Tyas menjadi mahasiswa S2 di ITB. “Dalam pikiran saya apakah iya hanya bisnis saja ketika lulus S2,” ujar mantan penyiar tamu di 98,7 FM Color Radio tersebut. Dengan memiliki passion dalam berbicara, Tyas tidak hanya bertujuan untuk speaking saja di dalam minatnya menjadi dosen, namun beliau juga ingin memunculkan ide-ide baru yang bermanfaat. Mengajar menurut Tyas bisa membuatnya bertemu dengan orang-orang baru dan menemukan ilmu baru.
Melihat sosok Ibu yang kebetulan sebagai seorang dosen juga membuat Tyas memantabkan niatnya untuk meneruskan perjuangan dari ibunya. ”Kebetulan juga ibu seorang dosen, dan saya melihat dosen itu pekerjaan yang menyenangkan,” ujar Mahasiswa Berprestasi ITS 2012 tersebut. Tyas juga masih ingat wejangan dari Ibunya, kejar mimpimu dari jam tiga pagi. “Saya pengen seperti ibu, dimana ketika melakukan sesuatu itu memang harus total, termasuk jika harus bangun jam tiga pagi,” ungkapnya.
Ketika mengetahui tentang UISI, Tyas langsung mempelajarinya. Kampus baru yang berada di Gresik tersebut membuat Tyas tertarik dan bergabung sebagai dosen baru yang sangat berpengalaman. Menurutnya, peluang UISI sangat besar karena Gresik sendiri merupakan kota yang masih baru dalam bidang industri kreatif. “Saya bisa muncul di situ menjadi teman untuk sharing ilmu kepada dosen dan mahasiswa, “ ujar Tyas dengan optimis. (han/emb/efn)