Praktisi Saham Berkolaborasi Ramalkan Pergerakan Saham Tahun 2021
UISI -Akibat pandemi Covid-19, tahun 2020 menjadi tahun yang penuh gejolak bagi perekonomian negara-negara dunia, termasuk indonesia. Salah satu akibatnya, indeks pasar modal Indonesia (IHSG) juga mengalami tekanan. IHSG terkoreksi hampir 50 persen dari titik tertingginya, sehingga pernah menyentuh angka 3.911 pada akhir maret 2020. Namun pada setiap kejadian market crash, disitu terdapat peluang market recovery. Menjelang berakhirnya tahun 2020 ini, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Internasional Semen Indonesia menggelar acara Webinar bertajuk “Indonesia Capital Market Outlook 2021” yang diselenggaran oleh Universitas Internasional Semen Indonesia pada 20/12/2020 melalui aplikasi Zoom.
Acara tersebut menghadirkan dua praktisi saham yang telah puluhan tahun berkecimpung di dunia pasar modal, yakni Dr. Leo Herlambang (ekonom UISI sekaligus praktisi saham) dan J. Rizal (Founder @sahambagus.id) yang berkolaborasi ramalkan pergerakan saham di tahun 2021.
Menurut Dr. Leo Herlambang, dari data pertumbuhan tingkat suku bunga acuan oleh Bank Indonesia dan beberapa bank sentral di beberapa negara, dapat dilihat bahwa tingkat suku bunga acuan dalam 10 tahun terakhir mengalami tren penurunan. Pada tahun 2005 suku bunga acuan BI sebesar 12%, dan terus mengalami penurunan hingga tahun 2020 ini suku bunga acuan BI hanya 3,75%. “Artinya, menabung atau mendepositokan uang kita menjadi kurang menarik. Kita perlu memilih instrumen investasi lain yang lebih menjanjikan, seperti berinvestasi dalam pasar modal.”, ujar Dr. Leo Herlambang.
Dari beberapa indikator makro kunci perekonomian Indonesia, pergerakan harga komoditas utama dunia (emas, minyak, dan batubara), dan juga indeks dow jones, Dr. Leo Herlambang memprediksi pasar modal indonesia akan mengalamai W-pattern recovery. Tanda market mengalami tren bullish dimulai sejak pertengahan november yang menunjukkan rally panjang hingga menjelang akhir desember tahun 2020. Diprediksi IHSG nantinya akan mengalami koreksi sebelum nantinya akan melanjutkan tren kenaikannya.
Rizal memaparkan beberapa sektor yang potensial di tahun mendatang diantaranya adalah sektor komoditas dan telekomunikasi. Proyeksi naiknya sektor komoditas aalah satunya didorong oleh sentimen Peta politik global dimana Biden terpilih sebagai Presiden AS. Biden mendukung tumbuhnya energi bersih. Sebagai konsekuensinya, industri otomotif akan cenderung beralih ke sumber energi bertenaga baterai. Misalnya Tesla yang akan mulai memproduksi mobil listrik, yang nantinya juga diikuti produsen otomotif raksasa lainnya seperti Astra. Bahkan Boeing juga mewacanakan memproduksi pesawat bertenaga baterai. Kebutuhan mesin mesin bertenaga baterai akan mendorong kebutuhan komoditas nikel dan timah.
Rizal juga menyatakan terjadi perubahan perilaku investor saham di masa kini. Era informasi dan boomingnya social media membuat influencer-influencer bermunculan di dunia saham. Keterbukaan informasi membuat arus informasi terjadi secara real time. Fenomena tersebut memunculkan perilaku ikut-ikutan, sehingga sebagian pelaku pasar membeli dan menjual berdasarkan rekomendasi orang lain tanpa disertai analisis yang mendalam. “Pelaku pasar sebaiknya tidak hanya mempertimbangkan potensi keuntungan dari sebuah emiten yang direkomendasikan. Tapi juga perlu mengenali profil risikonya. Karena bagaimana pun pelaku pasar itu sendiri yang akan menanggung risikonya”, Pungkas J. Rizal.
“Dengan mengikuti Webinar ini kita dapat memahami bahwa anak muda harus melek dengan investasi di pasar modal, dan juga mendapatkan proyeksi perkembagan pasar modal di tahun mendatang”, tutur Muhammad Alifiyan Maulana, selaku peserta kegiatan tersebut melalui postingannya di instagram mengenai acara ini. (NEF)
(aml/rry)